Entri yang Diunggulkan

MAKALAH PENDEKATAN KAJIAN KEBUDAYAAN ISLAM (Oleh Rina Hartati, SHI)

BABI PENDAHULUAN Secara umum studi Islam bertujuan untuk menggali kembali dasar-dasar dan pokok-pokok ajaran Islam sebagaimana yang ada...

Jumat, 19 Desember 2014

MAKALAH FAKTOR PENDUKUNG PERKEMBANGAN MANUSIA DAN PAI

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Secara singkat, perkembangan (development) adalah proses atau tahapan pertumbuhan ke arah yang lebih maju. Pertumbuhan sendiri (growth) berarti tahapan peningkatan sesuatu dalam hal jumlah, ukuran, dan arti pentingnya. Pertumbuhan juga dapat berarti sebuah  tahapan  perkembangan (a stage of development). Pengertian perkembangan menunjuk pada suatu proses kearah yang lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Perkembangan menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali (Werner, 1969)
Perkembangan juga berkaitan dengan belajar khususnya mengenai isi proses perkembangan: apa yang berkembang berkaitan dengan perilaku belajar. Disamping itu juga bagaimana hal sesuatu dipelajari. Suatu definisi yang relevan dikemukakan oleh Monks sebagai berikut: “perkembangan psikologis merupakan suatu proses yang dinamis. Dalam proses tersebut sifat individu dan sifat lingkungan menentukkan tingkah laku apa yang menjadi actual dan terwujud. 
Dalam hal perkembangan ini banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya faktor hereditas/genetika, faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan sekolah, teman sebaya (peer group), dan lain sebagainya yang kesemuanya akan penulis uraikan pada bab selanjutnya.














BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Perkembangan
Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif. Perkembangan tidak ditekankan pada segi materiil, melainkan pada segi fungsional. Dari uraian ini perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan kualitatif dari pada fungsi-fungsi. Perubahan sesuatu fungsi adalah disebabkan oleh adanya suatu proses pertumbuhan materiil yang memungkinkan adanya fungsi itu, dan disamping itu, disebabkan oleh karena perubahan tingkah laku hasil belajar. Maka akan salah apabila kita beranggapan bahwa perkembangan adalah semata-mata sebagai perubahan atau proses psikologis.[1]

B.     Faktor-Faktor  Penentu Perkembangan Manusia dan PAI
1.      Faktor Hereditas (Nativisme dan PAI)
a.      Natifisme
Ø  Aliran ini berpendapat bahwa segala perkembangan manusia itu telah ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir. Pendidikan tidak bisa mengubah sifat-sifat pembawaan. Salah satu perbedaan dasar individu adalah latar belakang hereditas masing-masing individu. Hereditas dapat diartikan sebagai pewaris atau pemindah biologis, karakteristik individu dari pihak orang tuanya

b.      Dalam Pendidikan Agama Islam
Hereditas merupakan kecenderungan alami cabang-cabang untuk meniru sumber mulanya dalam komposisi fisik dan psikologi. Ahli hereditas lainnya menggambarkan sebagai penyalinan cabang-cabang dari sumbernya. Islam sangat memperhatikan faktor al-waritsah (hereditas) ini dalam pembentukan kepribadian seseorang dan mengarahkannya kehal yang positif.seperti Allah melebihksn keturunan Nabi Ibrahim dan keturunan imran diatas bumi ini karena hereditas yang baik cenderung meniru dari generasi ke generasi (QS. Ali Imran [3]: 34).[2]
Hadist tentang hereditas:
Artinya: seleksilah untuk air mani (istri) kamu sekalian. Karena sesungguhnya keturunan itu kuat pengaruhnya.
Dalam al-Qur’an dijelaskan, “ya tuhanku, jangan engkau biarkan seorang diantara orang-orang kafir itu tinggal diatas bumi. sesungguhnya jika engkau biarkan mereka tinggal, niscaya menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir. (QS. Nuh [71]:26-27).
Dari berbagai ayat al-Qur’an dan hadis tersebut memberi indikasi kuat bahwa faktor hereditas akan diwarisi/ ditiru oleh keturunannya. Ilmu yang membahas tentang hereditas telah menetapkan, bahwa anak akan mewarisi sifat-sifat dari kedua orang tuanya, baik moral (al-khalqiyah), kinestetik (al-jismiyah),maupun intelektual (al-aqliyah),sejak masa kelahirannya. Namun harus diakui pula tidak selama faktor hereditas berjalan secara otomatis.
Hereditas pada individu berupa warisan “specific genes” yang berasal dari kedua orang tuanya. “ genes” ini terhimpun di dalam kromosom-kromosom atau “colored bodies”. Kromosom- kromosom baik dari pihak ayah ataupun dari pihak ibu berinteraksi membentuk pasangan-pasangan. Dua anggota masing-masing pasangan memiliki bentuk dan fungsi yang sama. Pasangan kromosom dimana dalam masing-masing kromosom terdapat sejumlah genes dan masing-masing genes memiliki sifat tertentu, membentuk persenyawaan genes yang demikian menjalin sifat-sifat genes.[3]
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembawaan ialah potensi-potensi yang dibawa setiap individu ketika ia lahir merupakan warisan dari orang tuanya.
Unsur-unsur pembawaan yang berupa potensi-potensi fisik dan mental psikologis itu dalam proses perkembangannya akan berfungsi sebagai faktor dasar atau faktor bahan yang akan mempengaruhi proses perkembangan. Dalam setiap proses perkembangan itu diperlukan bahan dasar sebab tanpa bahan dasar itu maka pertumbuhan fisik atau perkembangan mental anak tidak akan terjadi. Tentunya makin baik potensi kondisi pembawaan sebagai faktor dasar  maka dapat diharapkan akan baik pula perkembangan yang akan terjadi, dan sebaliknya.
Masing-masing individu lahir ke dunia dengan satu heriditas tertentu. Ini berarti karakteristik individu diperoleh melalui pewarisan atau pemindahan cairan-cairan  “germina  “ dari  pihak orang tuanya. Disamping itu individu tumbuh dan berkembang tidak lepas dari lingkungannya, baik lingkuntgan  pisis, psikologis, maupun lingkungan sosial. Setiap pertumbuhan dan perkembangan yang kompleks merupakan hasil interaksi dari dari para heriditas dan lingkungan.

2.      Faktor Lingkungan (Empirisme dan PAI)
Lingkungan adalah keseluruhan fenomena (peristiwa, situasi, atau kondisi) fisik/alam atau social yang memengaruhi atau dipengaruhi perkembangan individu. Faktor lingkungan yang dibahas pada paparan berikut adalah lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya, dan media massa.

a.      Empirisme
Aliran ini mempunyai pendapat bahwa dalam perkembangan anak menjadi manusia dewasa, itu sama sekali ditentukan oleh lingkungannya. Sejak atau oleh pendidik dan pengalamannya sejak kecil, manusia dapat dididik apa saja/kearah yang lebih yang baik maupun kearah yang buruk.
Aliran teori ini dalam lapangan pendidikan menimbulkan pandangan yang otomistis yang memandang bahwa pendidikan merupakan usaha yang cukup mampu untuk membentuk pribadi manusia. Teori ini sering disebut dengan “Tabularasa” yang memandang bahwa keturunan itu mempunyai peranan.

b.      Dalam Pendidikan Agama Islam (PAI)
Lingkungan sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Lingkungan adalah keluarga yang mengasuh dan membesarkan anak, sekolahtempat mendidik, masyarakat tempat anak bergaul juga bermain sehari-hari dan keadaan alam sekitar dengan iklimnya, flora dan fauna.
Besar kecilnya pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan dan perkembanganya bergantung kepada keadaan lingkungan anak itu sendiri serta jasmani dan rohaninya.[4]Nilai-nilai mental dan spiritual memainkan sebuah peran efektif yang berharga dalam lingkungan sosial melalui pendidikan.
1)      Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga dipandang sebagai faktor penentu utama terhadap perkembangan anak.Alasan tentang pentingnya peranan keluarga bagi perkembangan anak, adalah :
a.       Keluarga merupakan kelompok social pertama yang menjadi pusat indentifikasi anak.
b.      Keluarga merupakan lingkungan pertama yang mengenalkan nilai – nilai kehiduupan kepada anak.
c.       Orang tua dan anggota keluarga lainnya merupakan “significant people” bagi perkembangan kepribadiaan anak.
d.      Keluarga  sebagai  institusi  yang memfasilitas  kebutuhan  dasar  insane ( manusiawi), baik yang bersifat fisik-biologis, maupun sosiopsikologis.
e.       Anak banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga.

Orang tua mempunyai peranan sangat penting bagi tumbuh-kembangnya anak sehingga menjadi seorang pribadi yang sehat, cerdas, terampil, mandiri, dan berakhlak mulia. Seiring dengan fase perkembangan anak, maka peran orang tua juga mengalami perubahan. Menurut Hamner dan Tuner peranan orang tua yang sesuai dengan fase perkembangan anak adalah:
a.       Pada masa bayi berperan sebagai perawat (caregiver)
b.      Pada masa kanak – kanak sebagai pelindung (protector)
c.       Pada usia prasekolah sebagai pengasuh (nurturer)
d.      Pada masa sekolah dasar sebagai pendorong (encourager)
e.       Pada masa praremaja dan remaja berperan sebagai konselor (counselor)

Selanjutnya faktor Makan-Makanan termasuk Asi juga mempengaruhi perkembangan anak, karna Secara fisiologis, lingkungan meliputi segala kondisi dan materiil jasmaniah di dalam tubuh seperti gizi, vitamin, air, zat asam, suhu, sistem saraf, peredaran darah, pernafasan, pencernaan, makanan, kelenjar-kelenjar indoktrin, sel-sel pertumbuhan dan kesehatan jasmani yang bisa di dapat dari makan-makanan termasuk Asi.
Pola Asuh Orang Tuaterhadap anak juga sangat mempengaruhi perkembangan anak, oleh karenanya orang tua harus memberikan pola asuh terbaik terhadap anak sejak dini .
2)      Kelompok Teman Sebaya (peergroup)
Kelompok teman sebaya sebagai lingkungan social bagi anak mempunyai peranan cukup penting bagi perkembangan dirinya. Melalui kelompok teman sebaya, anak dapat memenuhi kebutuhannya untuk belajar berinteraksi social (berkomunikasi dan bekerja sama), belajar menyatakan pendapat  perasaan orang lain, belajar tentang norma-norma kelompok dan memperoleh pengakuan dan penerimaan sosial.
Pengaruh teman sebaya terhadap anak bisa positif atau negatif. Berpengaruh positif, apabila para anggota kelompok itu memiliki sikap dan perilakunya positif, atau berakhlak mulia. Sementara yang negative, apabila para anggota kelompoknya berperilaku menyimpang, kurang memiliki tatakrama dan berakhlak buruk.
Untuk mencegah terjadinya penyimpangan perilaku remaja, khususnya dalam kelompok teman sebaya, maka perlu diperhatikan hal sebagai beberapa hal berikut:
a.       Orang tua perlu menjalin hubungan yang harmonis antara mereka sendiri (suami-istri) dan mereka  dengan anak. Hal ini perlu, karena pada umumnya perilaku menyimpang anak disebabkan oleh keluarga yang tidak harmonis (broken home).
b.      Orang tua perlu mencurahkan kasih saying dan perhatian kepada anak. Dengan kasih sayang ini anak merasa betah dirumah, sehingga dia dapat mengurangi perhatiannya untuk bermain keluar.
c.       Orang tua berdiskusi dengan anak tentang cara memilih atau bergaul dengan teman.
d.      Orang tua harus menjadi suri tauladan dan menanamkan nilai – nilai akhlak mulia kepada anak, seperti persaudaraan, tolong menolong, dan semangat dalam belajar.
e.       Sekolah sebagai lingkungan keluarga setelah rumah, perlu diciptakan sebagai lingkungan belajar yang mengfasilitasi perkembangan siswa, baik aspek fisik, intelektual, emosi, social, maupun moral spiritual.

3)      Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan atau pelatihan dalam rangka membantu para siswa agar mampu mengembangkan potensinya secara optimal, baik yang menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional, social, maupun fisik-motoriknya.
Hurlock (1986:322) mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadiananak, baik dalam cara berfikir, bersikap, maupun berperilaku. Sekolah berperan sebagai subtitusi keluarga dan guru berperan sebagai subtitusi orang tua.

3.      Faktor Gabungan (Konvergensi dan PAI)
yaitu teori yang menjembatani atau menengahi kedua teori/paham sebelumnya bersifat ekstrem yaitu teori nativisme dan teori empirisme. Sesuai dengan namanya konvergensi yang artinya perpaduan, maka teori ini tidak memihak bahkan memadukan  pengaruh kedua unsur  pembawaan dan lingkungan tersebut dalam proses perkembangan. Pada teori ini baik unsur pembawaan maupun unsur linkungan keduanya merupakan sama-sama faktor yang dominan pengaruhnya bagi peerkembangan seseorang. Misalnya seseorang yang berbakat musik tidak akan berkembang menjadi seorang ahli musik apabila tidak ditunjang oleh lingkungan atau pendidikan yang memadai.
Teori yang ketiga inilah yang  sampai sekarang masih teruji dan dipertahankan kebenaran pendapatnya. Teori menggambarkan bagaimana hubungan yang berimbang antara faktor warisan orang tua dengan lingkungan dalam mempengaruhi perkembagan seseorang. Ada suatu keselarasan antara bakat dan pendidikan. Sehebat apapun bakat seseorang tanpa adanya latihan tidak akan berkembang, begitupun sebaliknya.
Islam telah mengenal aspek paling signifikan untuk memunculkan reaksi-reaksi individu dalam mendapatkan berbagai kebiasaan dan moralitas. Aspek ini adalah persahabatan yang merupakan unsur pendidikan paling kuat yang mentransfer sifat-sifat dan kecenderungan-kecenderungan individu. Menurut para pakar sosiologi mengatakan, “kehidupan sosial ialah kehidupan kehidupan pengaruh dan persepsi. Setiap individu mempengaruhi serta dipengaruhi lingkungan sekitar.[5]
Alqur’an dan alhadits memperhatikan faktor lingkungan ini dalam pembentukan jatidiri manusia. Menurut Azim tidak diragukan lagi bahwa faktor hereditas dan lingkungan mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan jatidiri manusia, akan tetapi dengan kehendak yang kuat dan kemauan yang keras serta iman yang dalam, manusia
























BAB III
KESIMPULAN

Dari uraian – uraian di atas, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan, bahwa Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif. Perkembangan tidak ditekankan pada segi materiil, melainkan pada segi fungsional. Jadi, perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan kualitatif dari pada fungsi-fungsi
Faktor-Faktor penentu perkembangan manusia dan PAI diantaranya adalah: faktor Hereditas (Nativisme), faktor lingkungan (Empirisme), dan faktor gabungan keduanya (Konvergensi).






















DAFTAR PUSTAKA
Maragustam, Mencetak Pembelajaran Menjadi Insan Paripurna. Yogyakarta: Nuha Litera. 2010
 -----------, Pemikiran Pendidikan Syekh Nawawi Al-Bantani. Yogyakarta:Datamedia.2007
Mustaqim, Wahid Abdul, Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. 2003
Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan. Malang: Bina Aksara. 1984
Nur aini. 2010. Hereditas dan Lingkungan.  http:// hereditas-dan-lingkungan.html, diunduh Kamis, 20 November 2014, Pukul: 14:20 WIB

























[1]Ahmad Mudzakkir & Joko Sutrisno, Psikologi Pendidikan Untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK,hal. 72.
[2] Maragustam, Mencetak Pembelajaran Menjadi Insan Paripurna (Yogyakarta: Nuha Litera, 2010) hlm. 78
[3]Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan (Malang: Bina Aksara, 1984)hlm. 80-81
[4]Nur aini. 2010. Hereditas dan Lingkungan.  http:// hereditas-dan-lingkungan.html, diunduh Kamis, 20 November 2014, Pukul: 14:20 WIB.
[5]Maragustam, Pemikiran Pendidikan Syekh Nawawi Al-Bantani (Yogyakarta: Datamedia, 2007) hlm. 65

MAKALAH TEAM GAMES TURNAMEN

BAB I
PENDAHULUAN
Pembelajaran Team Games Tournament (TGT) adalah suatu metode pembelajaran kooperatif yang di dalamnya terdapat unsur permainan akademik atau turnamen untuk mengganti tes individu. Sehingga siswa tidak merasakan bosan karena ada unsur turnamen. Metode ini merupakan bagian dari pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Hal ini dijelaskan oleh Slavin bahwa pembelajaran kooperatif meliputi: Student Team Achievment Division (STAD), Team Assisted Individualization, Team Assisted Individualization, Cooperative Integrated Reading and Composition, Jigsaw, Group Investigation, Learning Together, Complex Instruction, Structur Dyadic Methods dan Team Games Tournament.[1]
Teams games tournament (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh Davied Devries dan Keith Edward, ini merupakan metode pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Pembelajaran dalam Teams games tournament (TGT) hampir sama seperti STAD dalam setiap hal kecuali satu, sebagai ganti kuis dan sistem skor perbaikan individu, TGT menggunakan turnamen permainan akademik.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Diawali dengan sedikit uraian diatas, maka untuk lebih jelasnya, penulis akan menguraikan mengenai model pembelajaran Team Games Tournament  ini pada bab selanutnya.











BAB II
PEMBAHASAN
A.    Gambaran Mengenai Model Pembelajaran Team Games Tournament (TGT)
Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model Teams Games Tournament (TGT) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Teams games tournament (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh Davied Devries dan Keith Edward, ini merupakan metode pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Dalam model ini kelas terbagi dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 3 sampai dengan 5 siswa yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya, kemudian siswa akan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecilnya. Pembelajaran dalam Teams games tournament (TGT) hampir sama seperti STAD dalam setiap hal kecuali satu, sebagai ganti kuis dan sistem skor perbaikan individu, TGT menggunakan turnamen permainan akademik. Dalam turnamen itu siswa bertanding mewakili timnya dengan anggota tim lain yang setara dalam kinerja akademik mereka yang lalu. Nur & Wikandari (2000) menjelaskan bahwa Teams games tournament TGT telah  digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran, dan paling cocok digunakan untuk mengajar tujuan pembelajaran yang dirumuskan dengan tajam dengan satu jawaban benar, seperti perhitungan dan penerapan berciri matematika, dan fakta-fakta serta konsep IPA.[2]

B.     Langkah-Langkah Metode pembelajaran Team Games Tournament
Langkah-langkah metode pembelajaran tipe Team Games Tournament, menurut Slavin terdiri dari 5 langkah tahapan yaitu: tahap Presentasi di kelas, Tim, Game, Turnamen, dan Rekognisi Tim.[3]
1.      Penyajian dikelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini , siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang diberikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.[4]
2.      Tim
Tim terdiri dari empat, lima siswa atau lebih yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi, adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan lainnya. Yang paling sering terjadi pembelajaran itu melibatkan pembahasan permasalahan bersama, membandingkan jawaban, dan mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan.
3.      Game
Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan yang dirancang untuk menguji pengetahuan siswa yang diperolehnya dari presentasi di kelas dan pelaksanaan kerja tim. Game tersebut dimainkan di muka meja dengan tiga orang siswa, yang masing-masing mewakili timyang berbeda. Kebanyakan game hanya berupa nomor-nomor pertanyaan yang ditulis pada lembar yang sama. Seorang siswa mengambil sebuah kartu bernomor dan harus menjawab pertanyaan sesuai nomor yang tertera pada kartu tersebut. Sebuah aturan tentang penantang memperbolehkan para pemain saling menantang jawaban masing-masing.[5] Dalam permainan ini setiap siswa yang bersaing merupakan wakil dari kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya, masing-masing ditempatkan dalam meja-meja turnamen. Tiap meja turnamen ditempati 5, 6 orang siswa atau lebih, dan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Dalam setiap meja turnamen diusahakan setiap peserta homogen.
Permainan ini diawali dengan memberitahukan aturan permainan. Setelah itu permainan dimulai dengan membagikan kartu-kartu soal untuk bermain (kartu soal dan kunci ditaruh terbalik di muka meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca). Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut. Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca soal dan pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang menang undian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka pemain akan membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditangapi oleh penantang searah jarum jam. Setelah itu pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar atau penantang yang pertama kali memberikan jawaban benar.
Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja. Permainan dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan, dimana posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain, dan penantang. Disini permainan dapat dilakukan berkali-kali dengan syarat bahwa setiap peserta harus mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemain, penantang, dan pembaca soal.
Dalam permainan ini pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal dan membuka kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau memberikan jawaban pada peserta lain. Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain dalam satu meja menghitung jumlah kartu yang diperoleh dan menentukan berapa poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan. . Selanjutnya setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh kepada ketua kelompok. Ketua kelompok memasukkan poin yang diperoleh anggota kelompoknya pada tabel yang telah disediakan, kemudian menentukan kriteria penghargaan yang diterima oleh kelompoknya.
4.      Turnamen
Turnamen adalah sebuah struktur dimana game berlangsung. Biasanya berlangsung pada akhir minggu atau akhir unit, setelah guru memberikan presentasi di kelas dan tim telah melaksanakan kerja kelompok terhadap lembar kegiatan. Pada turnamen pertama guru menunjuk siswa untuk berada pada meja turnamen 3, siswa berprestasi tinggi sebelumnya pada meja satu, tiga berikutnya pada meja dua dan seterusnya.
5.      Rekognisi Tim
Langkah pertama sebelum memberikan penghargaan kelompok adalah menghitung rerata skor kelompok. Untuk memilih rerata skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan skor yang diperoleh oleh masing-masing anggota kelompok dibagi dengan banyaknya anggota kelompok. Pemberian penghargaan didasarkan atas rata-rata poin yang didapat oleh kelompok tersebut. Dimana penentuan poin yang diperoleh oleh masing-masing anggota kelompok didasarkan pada jumlah kartu yang diperoleh.
Peran guru dalam menciptakan dan mengarahkan kegiatan pembelajaran sangat dominan sehingga kualitas dan keberhasilan kegiatan pembelajaran sering bergantung kepada kreatifitas guru dalam memilih dan menerapkan model pembelajaran. Kreatifitas dan kemampuan dalam pemilihan model pembelajaran merupakan kemampuan dan keterampilan mendasar yang harus dimiliki guru. Hal ini didasari asumsi bahwa ketepatan guru dalam memilih model pembelajaran akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

C.    Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran TGT[6]
Riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran telah banyak dilakukan oleh pakar pembelajaran maupun oleh para guru di sekolah. Dari tinjuan psikologis, terdapat dasar teoritis yang kuat untuk memprediksi bahwa metode-metode pembelajaran kooperatif yang menggunakan tujuan kelompok dan tanggung jawab individual akan meningkatkan pencapaian prestasi siswa. Dua teori utama yang mendukung pembelajaran kooperatif adalah teori motivasi dan teori kognitif.
Menurut Slavin (2008), perspektif motivasional pada pembelajaran kooperatif terutama memfokuskan pada penghargaan atau struktur tujuan di mana para siswa bekerja. Deutsch (1949) dalam Slavin (2008) mengidentifikasikan tiga struktur tujuan dalam pembelajaran kooperatif,  yaitu:
  1. kooperatif, di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu memberi konstribusi pada pencapaian tujuan anggota yang lain.
  2. kompetitif, di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu menghalangi pencapaian tujuan anggota lainnya.
  3. individualistik, di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu tidak memiliki konsenkuensi apa pun bagi pencapaian tujuan anggota lainnya.
Dari pespektif motivasional, struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi di mana satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi mereka adalah jika kelompok mereka sukses. Oleh karena itu, mereka harus membantu teman satu timnya untuk melakukan apa pun agar kelompok berhasil dan mendorong anggota satu timnya untuk melakukan usaha maksimal.
Sedangkan dari perspektif teori kognitif, Slavin (2008) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif menekankan pada pengaruh dari kerja sama terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Asumsi dasar dari teori pembangunan kognitif adalah bahwa interaksi di antara para siswa berkaitan dengan tugas-tugas yang sesuai mengingkatkan penguasaan mereka terhadap konsep kritik. Pengelompokan siswa yang heterogen mendorong interaksi yang kritis dan saling mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan atau kognitif. Penelitian psikologi kognitif menemukan bahwa jika informasi ingin dipertahankan di dalam memori dan berhubungan dengan informasi yang sudah ada di dalam memori, orang yang belajar harus terlibat dalam semacam pengaturan kembali kognitif, atau elaborasi dari materi. Salah satu cara elaborasi yang paling efektif adalah menjelaskan materinya kepada orang lain.
Namun demikian, tidak ada satupun model pembelajaran yang cocok untuk semua materi, situasi dan anak. Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik yang menjadi penekanan dalam proses implementasinya dan sangat mendukung ketercapaian tujuan pembelajaran. Secara psikologis, lingkungan belajar yang diciptakan guru dapat direspon beragama oleh siswa sesuai dengan modalitas mereka. Dalam hal ini, pembelajaran kooperatif dengan teknik TGT, memiliki keunggulan dan kelemahan dalam implementasinya terutama dalam hal pencapaian hasil belajar dan efek psikologis bagi siswa.
Slavin (2008), melaporkan beberapa laporan hasil riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian belajar siswa yang secara inplisit mengemukakan keunggulan dan kelemahan pembelajaran TGT, sebagai berikut:
  • Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan TGT memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari kelompok rasial mereka dari pada siswa yang ada dalam kelas tradisional.
  • Meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung dari kinerja dan bukannya pada keberuntungan.
  • TGT meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak untuk rasa harga diri akademik mereka.
  • TGT meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerja sama verbal dan nonberbal, kompetisi yang lebih sedikit)
  • Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi menggunakan waktu yang lebih banyak.
  • TGT meningkatkan kehadiran siswa di sekolah pada remaja-remaja dengan gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima skors atau perlakuan lain.

Sebuah catatan yang harus diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran TGT adalah bahwa nilai kelompok tidaklah mencerminkan nilai individual siswa. Dengan demikian, guru harus merancang alat penilaian khusus untuk mengevaluasi tingkat pencapaian belajar siswa secara individual.
Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran TGT  Metode pembelajaran kooperatif Team Games Tournament (TGT) ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut Suarjana (2000:10) yang merupakan kelebihan dari pembelajaran TGT antara lain:[7]
1) Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas
2) Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu
3) Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam
4) Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa
5) Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain
6) Motivasi belajar lebih tinggi
7) Hasil belajar lebih baik
8) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi

Sedangkan kelemahan TGT adalah:
1.      Bagi Guru
Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru yang bertindak sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian kelompok waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu menguasai kelas secara menyeluruh.
2.      Bagi Siswa
Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi kelemahan ini, tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
ü  Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
ü  Langkah-langkah metode pembelajaran tipe Team Games Tournament, menurut Slavin terdiri dari 5 langkah tahapan yaitu: tahap Presentasi di kelas, Tim, Game, Turnamen, dan Rekognisi Tim.
ü  Kelebihan dari pembelajaran TGT antara lain: 1) Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas 2) Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu 3) Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam 4) Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa 5) Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain 6) Motivasi belajar lebih tinggi 7) Hasil belajar lebih baik 8) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.
ü  Sedangkan kelemahan TGT adalah:
-          Bagi Guru : Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis.
-          Bagi Siswa: Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainnya.














DAFTAR PUSTAKA
E. Slavin, Robert. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa media,
Ekocin. 2011. Model Pembelajaran Team Games Tournament. http://ekocin.wordpress.com/2011/06/17/model-pembelajaran-teams-games-tournaments-tgt-2/. Diakses pada tanggal 17 November 2014 Pukul 14:49 WIB.
Mahmuddin. 2009. Strategi pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games tournament. https://mahmuddin.wordpress.com/2009/12/23/strategi-pembelajaran-kooperatif-tipe-teams-games-tournament-tgt/. Diakses pada tanggal 17 November 2014 pukul 15:12 WIB.
Suarjana . 2000. Model Pembelajaran Teams Games Tournament. Vol 3 No.1 .Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (PTIK).
http://www.tuanguru.com/2012/03/pembelajaran-team-games-tournament-tgt.html. Pada tanggal 17 November 2014 Pukul 15:35 WIB




[1] http://www.tuanguru.com/2012/03/pembelajaran-team-games-tournament-tgt.html. Pada tanggal 17 November 2014 Pukul 15:35 WIB
[2] Ekocin. 2011. Model Pembelajaran Team Games Tournament. http://ekocin.wordpress.com/2011/06/17/model-pembelajaran-teams-games-tournaments-tgt-2/. Diakses pada tanggal 17 November 2014 Pukul 14:49 WIB.
[3] Robert E Slavin. 2001. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa media. Hal. 166-167.
[4] Opcit,. http://ekocin.wordpress....
[5] Opcit, Robert E Slavin. 2001. Cooperative Learning....hal. 144.
[6]Mahmuddin. 2009. Strategi pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games tournament. https://mahmuddin.wordpress.com/2009/12/23/strategi-pembelajaran-kooperatif-tipe-teams-games-tournament-tgt/. Diakses pada tanggal 17 November 2014 pukul 15:12 WIB.
[7] Suarjana . 2000. Model Pembelajaran Teams Games Tournament. Vol 3 No.1 .Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (PTIK) .hal 10.