BAB I
PENDAHULUAN
Pembelajaran Team Games
Tournament (TGT) adalah suatu metode pembelajaran kooperatif yang di dalamnya
terdapat unsur permainan akademik atau turnamen untuk mengganti tes individu.
Sehingga siswa tidak merasakan bosan karena ada unsur turnamen. Metode ini merupakan
bagian dari pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Hal ini
dijelaskan oleh Slavin bahwa pembelajaran kooperatif meliputi: Student Team Achievment Division (STAD),
Team Assisted Individualization, Team Assisted Individualization, Cooperative
Integrated Reading and Composition, Jigsaw, Group Investigation, Learning
Together, Complex Instruction, Structur Dyadic Methods dan Team Games Tournament.[1]
Teams games
tournament (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh Davied Devries dan Keith Edward, ini
merupakan metode pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Pembelajaran dalam
Teams games tournament (TGT) hampir sama seperti STAD dalam setiap hal kecuali
satu, sebagai ganti kuis dan sistem skor perbaikan individu, TGT menggunakan
turnamen permainan akademik.
Aktivitas
belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT
memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung
jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Diawali
dengan sedikit uraian diatas, maka untuk lebih jelasnya, penulis akan
menguraikan mengenai model pembelajaran Team
Games Tournament ini pada bab
selanutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Gambaran Mengenai Model Pembelajaran Team Games Tournament (TGT)
Model pembelajaran Teams Games
Tournament (TGT) adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif
yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada
perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung
unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif
model Teams Games Tournament (TGT)
memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung
jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Teams games tournament (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh Davied Devries
dan Keith Edward, ini merupakan metode pembelajaran pertama dari Johns Hopkins.
Dalam model ini kelas terbagi dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan
3 sampai dengan 5 siswa yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan
latar belakang etniknya, kemudian siswa akan bekerjasama dalam
kelompok-kelompok kecilnya. Pembelajaran dalam Teams games tournament (TGT) hampir sama seperti STAD dalam setiap
hal kecuali satu, sebagai ganti kuis dan sistem skor perbaikan individu, TGT
menggunakan turnamen permainan akademik. Dalam turnamen itu siswa bertanding
mewakili timnya dengan anggota tim lain yang setara dalam kinerja akademik
mereka yang lalu. Nur & Wikandari (2000) menjelaskan bahwa Teams games
tournament TGT telah digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran, dan
paling cocok digunakan untuk mengajar tujuan pembelajaran yang dirumuskan
dengan tajam dengan satu jawaban benar, seperti perhitungan dan penerapan
berciri matematika, dan fakta-fakta serta konsep IPA.[2]
B. Langkah-Langkah Metode pembelajaran Team Games
Tournament
Langkah-langkah metode pembelajaran tipe Team Games Tournament, menurut Slavin terdiri dari 5 langkah
tahapan yaitu: tahap Presentasi di kelas, Tim, Game, Turnamen, dan Rekognisi
Tim.[3]
1.
Penyajian dikelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas,
biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang
dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini , siswa harus benar-benar
memperhatikan dan memahami materi yang diberikan guru, karena akan membantu
siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena
skor game akan menentukan skor kelompok.[4]
2.
Tim
Tim terdiri dari
empat, lima siswa atau lebih yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal
kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini
adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih
khususnya lagi, adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan
kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya tim berkumpul untuk
mempelajari lembar kegiatan lainnya. Yang paling sering terjadi pembelajaran
itu melibatkan pembahasan permasalahan bersama, membandingkan jawaban, dan
mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila anggota tim ada yang membuat
kesalahan.
3.
Game
Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan yang
dirancang untuk menguji pengetahuan siswa yang diperolehnya dari presentasi di
kelas dan pelaksanaan kerja tim. Game tersebut dimainkan di muka meja dengan
tiga orang siswa, yang masing-masing mewakili timyang berbeda. Kebanyakan game
hanya berupa nomor-nomor pertanyaan yang ditulis pada lembar yang sama. Seorang
siswa mengambil sebuah kartu bernomor dan harus menjawab pertanyaan sesuai
nomor yang tertera pada kartu tersebut. Sebuah aturan tentang penantang
memperbolehkan para pemain saling menantang jawaban masing-masing.[5]
Dalam permainan ini setiap siswa yang bersaing merupakan wakil dari
kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya, masing-masing ditempatkan dalam
meja-meja turnamen. Tiap meja turnamen ditempati 5, 6 orang siswa atau lebih,
dan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama.
Dalam setiap meja turnamen diusahakan setiap peserta homogen.
Permainan ini diawali dengan memberitahukan aturan permainan. Setelah itu
permainan dimulai dengan membagikan kartu-kartu soal untuk bermain (kartu soal
dan kunci ditaruh terbalik di muka meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca).
Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut.
Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca soal dan pemain
yang pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang menang undian mengambil
kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal. Pembaca
soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh pemain.
Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan penantang sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan
soal selesai, maka pemain akan membacakan hasil pekerjaannya yang akan
ditangapi oleh penantang searah jarum jam. Setelah itu pembaca soal akan
membuka kunci jawaban dan skor hanya diberikan kepada pemain yang menjawab
benar atau penantang yang pertama kali memberikan jawaban benar.
Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja. Permainan
dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan,
dimana posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam satu
meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain, dan penantang.
Disini permainan dapat dilakukan berkali-kali dengan syarat bahwa setiap
peserta harus mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemain, penantang, dan
pembaca soal.
Dalam permainan ini pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal dan
membuka kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau memberikan jawaban pada
peserta lain. Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain dalam satu
meja menghitung jumlah kartu yang diperoleh dan menentukan berapa poin yang
diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan. . Selanjutnya setiap pemain
kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh kepada ketua
kelompok. Ketua kelompok memasukkan poin yang diperoleh anggota kelompoknya
pada tabel yang telah disediakan, kemudian menentukan kriteria penghargaan yang
diterima oleh kelompoknya.
4.
Turnamen
Turnamen adalah
sebuah struktur dimana game berlangsung. Biasanya berlangsung pada akhir minggu
atau akhir unit, setelah guru memberikan presentasi di kelas dan tim telah
melaksanakan kerja kelompok terhadap lembar kegiatan. Pada turnamen pertama
guru menunjuk siswa untuk berada pada meja turnamen 3, siswa berprestasi tinggi
sebelumnya pada meja satu, tiga berikutnya pada meja dua dan seterusnya.
5.
Rekognisi Tim
Langkah pertama
sebelum memberikan penghargaan kelompok adalah menghitung rerata skor kelompok.
Untuk memilih rerata skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan skor yang
diperoleh oleh masing-masing anggota kelompok dibagi dengan banyaknya anggota
kelompok. Pemberian penghargaan didasarkan atas rata-rata poin yang didapat
oleh kelompok tersebut. Dimana penentuan poin yang diperoleh oleh masing-masing
anggota kelompok didasarkan pada jumlah kartu yang diperoleh.
Peran guru dalam
menciptakan dan mengarahkan kegiatan pembelajaran sangat dominan sehingga
kualitas dan keberhasilan kegiatan pembelajaran sering bergantung kepada
kreatifitas guru dalam memilih dan menerapkan model pembelajaran. Kreatifitas
dan kemampuan dalam pemilihan model pembelajaran merupakan kemampuan dan
keterampilan mendasar yang harus dimiliki guru. Hal ini didasari asumsi bahwa
ketepatan guru dalam memilih model pembelajaran akan berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa.
C.
Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran TGT[6]
Riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran telah
banyak dilakukan oleh pakar pembelajaran maupun oleh para guru di sekolah. Dari
tinjuan psikologis, terdapat dasar teoritis yang kuat untuk memprediksi bahwa
metode-metode pembelajaran kooperatif yang menggunakan tujuan kelompok dan
tanggung jawab individual akan meningkatkan pencapaian prestasi siswa. Dua
teori utama yang mendukung pembelajaran kooperatif adalah teori motivasi dan
teori kognitif.
Menurut Slavin (2008), perspektif motivasional pada pembelajaran kooperatif
terutama memfokuskan pada penghargaan atau struktur tujuan di mana para siswa
bekerja. Deutsch (1949) dalam Slavin (2008) mengidentifikasikan tiga
struktur tujuan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:
- kooperatif, di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu
memberi konstribusi pada pencapaian tujuan anggota yang lain.
- kompetitif, di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu
menghalangi pencapaian tujuan anggota lainnya.
- individualistik, di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu
tidak memiliki konsenkuensi apa pun bagi pencapaian tujuan anggota
lainnya.
Dari pespektif motivasional, struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah
situasi di mana satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi
mereka adalah jika kelompok mereka sukses. Oleh karena itu, mereka harus
membantu teman satu timnya untuk melakukan apa pun agar kelompok berhasil dan
mendorong anggota satu timnya untuk melakukan usaha maksimal.
Sedangkan dari perspektif teori kognitif, Slavin (2008) mengemukakan bahwa
pembelajaran kooperatif menekankan pada pengaruh dari kerja sama terhadap
pencapaian tujuan pembelajaran. Asumsi dasar dari teori pembangunan kognitif
adalah bahwa interaksi di antara para siswa berkaitan dengan tugas-tugas yang
sesuai mengingkatkan penguasaan mereka terhadap konsep kritik. Pengelompokan
siswa yang heterogen mendorong interaksi yang kritis dan saling mendukung bagi
pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan atau kognitif. Penelitian psikologi
kognitif menemukan bahwa jika informasi ingin dipertahankan di dalam memori dan
berhubungan dengan informasi yang sudah ada di dalam memori, orang yang belajar
harus terlibat dalam semacam pengaturan kembali kognitif, atau elaborasi dari
materi. Salah satu cara elaborasi yang paling efektif adalah menjelaskan
materinya kepada orang lain.
Namun demikian, tidak ada satupun model pembelajaran yang cocok untuk semua
materi, situasi dan anak. Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik yang
menjadi penekanan dalam proses implementasinya dan sangat mendukung
ketercapaian tujuan pembelajaran. Secara psikologis, lingkungan belajar yang
diciptakan guru dapat direspon beragama oleh siswa sesuai dengan modalitas
mereka. Dalam hal ini, pembelajaran kooperatif dengan teknik TGT, memiliki
keunggulan dan kelemahan dalam implementasinya terutama dalam hal pencapaian
hasil belajar dan efek psikologis bagi siswa.
Slavin (2008), melaporkan beberapa laporan hasil riset tentang pengaruh
pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian belajar siswa yang secara inplisit
mengemukakan keunggulan dan kelemahan pembelajaran TGT, sebagai berikut:
- Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan TGT memperoleh teman
yang secara signifikan lebih banyak dari kelompok rasial mereka dari pada
siswa yang ada dalam kelas tradisional.
- Meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh
tergantung dari kinerja dan bukannya pada keberuntungan.
- TGT meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak untuk rasa
harga diri akademik mereka.
- TGT meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerja sama verbal
dan nonberbal, kompetisi yang lebih sedikit)
- Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi
menggunakan waktu yang lebih banyak.
- TGT meningkatkan kehadiran siswa di sekolah pada remaja-remaja dengan
gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima skors atau perlakuan lain.
Sebuah catatan yang harus diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran TGT
adalah bahwa nilai kelompok tidaklah mencerminkan nilai individual siswa.
Dengan demikian, guru harus merancang alat penilaian khusus untuk mengevaluasi
tingkat pencapaian belajar siswa secara individual.
Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran TGT Metode pembelajaran
kooperatif Team Games Tournament (TGT) ini mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Menurut Suarjana (2000:10) yang merupakan kelebihan dari pembelajaran TGT
antara lain:[7]
1) Lebih meningkatkan
pencurahan waktu untuk tugas
2) Mengedepankan
penerimaan terhadap perbedaan individu
3) Dengan waktu yang
sedikit dapat menguasai materi secara mendalam
4) Proses belajar
mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa
5) Mendidik siswa
untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain
6) Motivasi belajar
lebih tinggi
7) Hasil belajar
lebih baik
8) Meningkatkan
kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
Sedangkan kelemahan
TGT adalah:
1.
Bagi Guru
Sulitnya
pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis.
Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru yang bertindak sebagai pemegang
kendali teliti dalam menentukan pembagian kelompok waktu yang dihabiskan untuk
diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu yang sudah ditetapkan.
Kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu menguasai kelas secara menyeluruh.
2.
Bagi Siswa
Masih adanya siswa
berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada
siswa lainnya. Untuk mengatasi kelemahan ini, tugas guru adalah membimbing
dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu
menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
ü Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah
salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan,
melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan
peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan
reinforcement.
ü Langkah-langkah
metode pembelajaran tipe Team Games Tournament, menurut Slavin terdiri dari 5
langkah tahapan yaitu: tahap Presentasi di kelas, Tim, Game, Turnamen, dan
Rekognisi Tim.
ü Kelebihan dari
pembelajaran TGT antara lain: 1) Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk
tugas 2) Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu 3) Dengan waktu
yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam 4) Proses belajar mengajar
berlangsung dengan keaktifan dari siswa 5) Mendidik siswa untuk berlatih
bersosialisasi dengan orang lain 6) Motivasi belajar lebih tinggi 7) Hasil
belajar lebih baik 8) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.
ü Sedangkan kelemahan
TGT adalah:
-
Bagi Guru : Sulitnya pengelompokan siswa yang
mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis.
-
Bagi Siswa: Masih adanya siswa berkemampuan tinggi
kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
E. Slavin, Robert. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik.
Bandung: Nusa media,
Ekocin. 2011. Model Pembelajaran Team Games Tournament.
http://ekocin.wordpress.com/2011/06/17/model-pembelajaran-teams-games-tournaments-tgt-2/.
Diakses pada tanggal 17 November 2014 Pukul 14:49 WIB.
Mahmuddin. 2009. Strategi pembelajaran Kooperatif Tipe Team
Games tournament. https://mahmuddin.wordpress.com/2009/12/23/strategi-pembelajaran-kooperatif-tipe-teams-games-tournament-tgt/.
Diakses pada tanggal 17 November 2014 pukul 15:12 WIB.
Suarjana . 2000. Model Pembelajaran
Teams Games Tournament. Vol 3 No.1 .Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi
Dan Komunikasi (PTIK).
Tuan Guru. 2012. Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Team Games Tournament (TGT).
Diakses melalui http://www.tuanguru.com/2012/03/pembelajaran-team-games-tournament-tgt.html.
Pada tanggal 17 November 2014 Pukul 15:35 WIB
[1] Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Team
Games Tournament (TGT). Diakses melalui http://www.tuanguru.com/2012/03/pembelajaran-team-games-tournament-tgt.html.
Pada tanggal 17 November 2014 Pukul 15:35 WIB
[2] Ekocin. 2011. Model Pembelajaran Team Games Tournament.
http://ekocin.wordpress.com/2011/06/17/model-pembelajaran-teams-games-tournaments-tgt-2/.
Diakses pada tanggal 17 November 2014 Pukul 14:49 WIB.
[3] Robert E Slavin. 2001. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa media. Hal. 166-167.
[4] Opcit,. http://ekocin.wordpress....
[6]Mahmuddin. 2009.
Strategi pembelajaran Kooperatif Tipe
Team Games tournament. https://mahmuddin.wordpress.com/2009/12/23/strategi-pembelajaran-kooperatif-tipe-teams-games-tournament-tgt/.
Diakses pada tanggal 17 November 2014 pukul 15:12 WIB.
[7] Suarjana . 2000. Model Pembelajaran
Teams Games Tournament. Vol 3 No.1 .Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi
Dan Komunikasi (PTIK) .hal 10.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar